Latest Updates

MUI Dukung Penarikan Buku Abu Bakar Baasyir

Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Amidhan Shaberah mendukung langkah Polri yang akan menarik buku berjudul Tadzkiroh (sebelumnya ditulis Tadzqirah) karangan Abu Bakar Ba’asyir. Kepala Polri Jenderal Sutarman menyebut buku tersebut dijadikan legalitas bagi kelompok teroris untuk merampok dalam rangka pencarian dana (fa’i) .

“Kasihan mereka yang telah mengumpulkan uang. Terus akhirnya malah hanya dirampok, diambil secara paksa,” ujar Amidhan kepada Kompas.com, Jumat (3/1/2014).

Amidhan mengatakan, tak ada ajaran agama mana pun yang menghalalkan perampokan untuk tujuan dakwah.

Senada, Ketua Fatwa MUI Ma’ruf Amin menuturkan, buku tersebut layak untuk ditarik dari peredaran.

Sebelumnya, Kapolri menyatakan, buku tersebut menjadi salah satu penyebab maraknya aksi perampokan terhadap bank dan toko emas oleh teroris. Buku tersebut melegalkan seorang teroris melakukan aksi perampokan untuk kegiatan pencarian dana demi mendukung aksi terorisme.

Menurutnya, awalnya mereka ragu untuk melakukan perampokan. Namun, berkat buku tersebut para teroris itu akhirnya yakin. "Anggaran itu didapat dari merampok. Ada bukunya Abu Bakar Ba'asyir,Tadzqirah, yang menyatakan bahwa merampok untuk kepentingan (terorisme) itu dihalalkan," katanya, Kamis (2/1/2014).

"Yang mengatakan bahwa merampok untuk kepentingan itu dihalalkan itu ajaran dari mana? Itu yang harus kita pertanyakan," tandasnya.

Jihad Tak Harus Pakai Kekerasan

Dalam kurun beberapa tahun terakhir, aksi kekerasan oleh kelompok teroris di Indonesia masih kerap terjadi. Bahkan, belakangan kelompok teroris tersebut tak lagi hanya menyasar Amerika yang kerap dianggap sebagai musuh (thogut) bagi mereka. Mereka juga telah menyasar rumah ibadah agama tertentu, seperti gereja dan wihara. Bagi mereka, aksi kekerasan merupakan salah satu upaya untuk melaksanakan jihad.

Menurut Amidhan, tindakan kekerasan yang kerap dilakukan oleh kelompok teroris di Indonesia bukanlah sesuatu yang tepat. Pasalnya, Indonesia bukan negara yang dalam kondisi perang. Sehingga, untuk menegakkan syariat islam perlu ditempuh dengan cara-cara kekerasan.

“Indonesia adalah negara dakwah, bukan negara perang. Negara dakwah, negara damai jadi tidak boleh ada sesuatu yang menghasut,” ujarnya.

Selain itu, ia mengatakan, kekerasan terhadap simbol-simbol agama juga tak dibenarkan. Menurutnya, hal itu justru tak mencerminkan nilai-nilai islam yang sesungguhnya. “Islam itu artinya damai, darut islam itu artinya rumah damai,” tegasnya.

Sementara itu, menurut Ma’ruf, para teroris tersebut menghentikan aksi teror mereka selama ini. Penggunaan cara-cara inkonstitusional justru akan memperburuk keadaan yang ada. “Jika ada keberatan, akan lebih baik jika hal itu disampaikan kepada dewan (DPR),” ujarnya.

Baasyir Tuding MPR Sekutu Setan

Abubakar Baasyir menuding Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia merupakan sekutu setan. Tudingan Baasyir ini tertulis dalam bukunya Demokrasi Bisikan Setan yang Berperan Hancurkan Taufik dan Iman seri kelima.

Baasyir menyebut MPR sekutu setan karena tidak setuju pelaksanaan syariat Islam sebagai dasar dan hukum positif negara Indonesia. "Maka mayoritas anggota MPR adalah sekutu setan. MPR adalah lembaga kemusyrikan dan juga DPR," kata Baasyir dalam bukunya yang ditulis saat ditahan di Badan Reserse Kriminal Mabes Polri pada Januari 2012 lalu.

MPR menerapkan sistem demokrasi dan Pancasila sebagai ideologi negara seperti yang tertuang dalam Undang-Undang dasar 1945. Baasyir menganggap demokrasi adalah ideologi/dien ciptaan orang kafir yang diarahkan oleh hawa nafsu dan dibimbing setan. "Maka jelas bertentangan 180 derajat dengan wahyu Allah," kata pemilik Pondok Pesantren Ngruki Solo itu.

Dalam demokrasi, kata Baasyir, menetapkan bahwa kedaulatan membuat undang-undang untuk mengatur kehidupan berada penuh di tangan rakyat yang diwakili oleh wakil-wakilnya dalam parlemen dan DPR tanpa merujuk kepada syariat Allah. Padahal, menurut dia, di dalam Islam, kedaulatan penuh membuat undang-undang, menetapkan yang halal dan haram, menetapkan yang baik dan yang buruk hanya berada di tangan Allah.

Ia lalu menyimpulkan bahwa orang yang mengaku muslim tapi menolak mengatur negaranya dengan hukum Allah adalah kafah murtad. (tempo)

Abu Bakar Ba'asyir: Presiden SBY Kafir!


Menurut Abu Bakar Ba'asyir:
"Konsekuensi kalau tidak menjalankan syariat Islam dengan benar ya Yudhoyono (Presiden Susilo Bambang Yuhoyono) kafir," ujar Baasyir di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. "Mulai thogut Soekarno sampai thogut Yudhoyono semuanya tidak menerima hukum Islam dengan benar," ujarnya dengan berapi-api. (Disampaikan pada Pengadilan Negeri Jakarta Selatan 25 April 2011).

Abu Bakar Ba'asyir Anjurkan Fa'i, Merampok untuk Biaya "Perjuangan"

Diungkapkan jaksa penuntut umum pada sidang pada 13 Februari 2011 bahwa Baasyir pernah berceramah di rumah Ketua Jamaah Anshorut Tauhid (JAT) wilayah Sumatera Utara, Alex alias Gunawan.

"Bukan hanya semata-mata mengambil hartanya saja. Fa'i (aksi perampokan untuk biaya perjuangan) ini ditujukan kepada semua orang kafir yaitu orang-orang bukan muslim dan penguasa atau pemerintah yang beragama Islam yang tidak menjalankan syariat Islam yang diistilahkan sebagai thogut atau setan," ujar jaksa Muhammad Taufik dalam pembacaan dakwaan di Pengadilan Negari Jakarta Selatan.

"Terdakwa juga mengatakan bahwa orang-orang kafir yang menjadi musuh Islam adalah orang yang memerangi dan memusuhi Islam secara nyata yang bercirikan tidak ingin negara dijadikan negara syariat Islam," jaksa menerangkan.
 
Ceramah Abu Bakar Ba'asyir ini yang kemudian menjadi legalitas bagi para teroris untuk merampok bank sebagai biaya kegiatan terornya.

Abu Bakar Ba'asyir pernah Sebut Indonesia Negara Kafir



Abu Bakar Ba'asyir Sebut Indonesia Negara Kafir
"Ahmadiyah itu golongan murtad, JIL (Jaringan Islam Liberal) juga golongan murtad. JIL itu buatan orang kafir. JIL itu musuh Islam sebenarnya. Harus diusir dan mestinya itu harus diperangi oleh orang Islam. Tapi karena pemerintahnya bukan pemerintah Islam, jadi tidak diiganggu, malah dianggap sebagai bagian dari hak asasi manusia meskipun itu merusak (Islam) karena memang negara ini bukan negara Islam, tapi negara kafir". (Ceramah di Masjid Ikhwanul Qorib, Bandung, sebelum ditangkap pada 6 Agustus 2010)


Buku Tadzkiroh Karya Abu Bakar Ba'asyir Diharapkan Segera Ditarik


Penggerebekan teroris di Kampung Sawah, Ciputat, Tangsel pada malam tahun baru lalu mengungkap masih maraknya jaringan terorisme di Indonesia. Para teroris muda itu dinilai telah terdoktrin oleh buku karangan Abu Bakar Ba'asyir berjudul Tadzkirah. Salah satu poin utama isi buku itu adalah menyebutkan bahwa pejabat negara dan aparat polisi disebut sebagai Thogut (penghalang pembentukan syariat Islam).

Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karo Penmas) Mabes Polri Brigjen Pol Boy Rafli Amar menegaskan dalam penggerebekan yang menewaskan 6 terduga teroris itu, Densus 88 memang tidak menemukan buku Tadzkirah di TKP.

"Nanti kita lihat, kita komunikasikan dengan berbagai pihak yang terkait, yang pasti buku itu ada konten yang tidak sesuai dengan aturan negara kita," kata Boy di Gedung Divisi Humas Mabes Polri, Jakarta Selatan, Jumat (3/1).

Terkait buku yang meresahkan itu, Boy menyarankan agar buku itu bisa ditarik dari peredaran jika terbukti masih diperjualbelikan. Sebab, buku tersebut sama sekali tak dapat dibenarkan ajaran-ajarannya, serta bisa mempengaruhi masyarakat untuk menghancurkan negara.

"Kita sarankan seperti itu, karena kita melihat ada ajaran yang menyesatkan di dalam buku-buku itu. Maka kita meminta semua pihak yang terkait untuk memperhatikan buku tersebut. Dan kita minta semua pihak yang memiliki kewajiban mempelajari buku-buku tersebut agar tidak menyebarkan ajaran tersebut, yang dinilai bertentangan dengan aturan negara," ujar jenderal bintang satu ini.

Sebelumnya, Kapolri Jenderal Sutarman mengatakan bahwa para teroris-teroris yang beraksi selama ini di Indonesia diduga sudah terdoktrinasi dari buku karangan Abu Bakar Ba'asyir yang berjudul Tadzkirah. Sutarman pun yakin bahwa ajaran tersebut sama sekali tak dapat dibenarkan, karena salah satu ajaran di dalamnya menyebutkan bahwa melakukan kejahatan itu diperbolehkan.

"Merampok itu mendapat legalisir dan ada bukunya Abu Bakar Ba'asyir yang berjudul Tadzkirah. Di situ mengatakan bahwa merampok untuk kepentingan itu dihalalkan, itu ajaran dari mana? Itu yang harus kita pertanyakan. Saya kira seluruh bangsa Indonesia juga harus mempertanyakan," papar jenderal bintang empat ini.

(merdeka)

Buku Tadzkiroh Abu Bakar Ba'asyir Anggap Pemerintah dan Polisi itu Thagut


Kepala Kepolisian RI Jenderal Polisi Sutarman mengatakan maraknya aksi perampokan untuk mendanai kegiatan terorisme, seperti yang dilakukan teroris Ciputat, disebabkan terputusnya pendanaan dari luar negeri. Di sisi lain, Sutarman mengatakan ada juga doktrin yang membenarkan perampokan untuk kegiatan ini.

"Tadinya dia merampok ragu-ragu. Supaya ada legalisasi, ada buku dari Abu Bakar Baasyir yang berjudul Tadzkirah, yang mengatakan merampok untuk kepentingan itu dihalalkan," kata Sutarman di Jakarta, Kamis, 2 Januari 2014.

Salah satu poin utama isi buku itu adalah menyebutkan bahwa pejabat negara dan aparat polisi disebut sebagai Thogut (penghalang pembentukan syariat Islam).

Sutarman mengatakan doktrin ini sangat berbahaya. Oleh karena itu, kepolisian meminta agar para pemuka agama untuk meluruskan doktrin yang keliru ini.

"Itu ajaran dari mana? Saya kira di agama mana pun tidak dibenarkan," kata Sutarman.

Sutarman berharap agar masyarakat Indonesia kritis terhadap doktrin yang membenarkan tindakan kejahatan untuk mencapai tujuan tertentu. Kepala Divisi Humas Mabes Polri Inspektur Jenderal Ronny F. Sompie mengatakan pendanaan terorisme dari perampokan tak hanya melanggar aturan tentang terorisme.

"Dari hasil merampok, pencurian dengan kekerasan. Apakah cara seperti itu dibenarkan, dari hukum agama? Kalau hukum negara sudah jelas tidak benar, itu pencucian uang," kata Ronny.

Para terduga teroris yang digerebek di rumah kontrakan di Kampung Sawah, Ciputat, Tangerang Selatan, diduga terlibat dalam sejumlah perampokan. Di antaranya perampokan Bank Rakyat Indonesia cabang Panongan, Tangerang, perampokan di BPR (Bank Perkreditan Rakyat) Cililin, perampokan Kantor Pos Cibaduyut, dan perampokan toko emas di Tambora.

Berikut adalah isi dari buku tadzkiroh:
Buku berjudul Tadzkirah karangan Abu Bakar Baasyir yang disebut Kepala Kepolisian RI Jenderal Polisi Sutarman sebagai buku yang menginspirasi para teroris untuk melegalkan perampokan cetakannya sangat sederhana. Buku itu ditulis saat Baasyir ditahan di sel Badan Reserse Kriminal Mabes Polri pada November 2011 lalu. Pemimpin Jama'ah Anshorut Tauhid ini dihukum 15 tahun penjara karena terlibat kasus terorisme.

Di buku bersampul kertas buffalo warna hijau ini, pada lembaran setiap halaman menggunakan kertas HVS warna putih. Penggandaannya bukan di percetekan, melainkan difotokopi. Buku pedoman "jihad" ini jumlah lembarannya 198 halaman. "Maunya saya perbanyak di percetakan, tapi enggak boleh sama Polri. Ya difotokopi saja, yang penting menjadi buku," kata Baasyir ketika ditemui Tempo sebelum penahanannya dipindahkan ke Penjara Nusakambangan.

Tadzkirah atau surat nasihat dan peringatan tersebut berupa nukilan ayat-ayat Al-Quran yang kemudian diartikan oleh Baasyir. Terbagi menjadi 12 bab atau lampiran, dalam pengantarnya tertulis untuk para penguasa yang berpenduduk mayoritas muslim.

Bab pertama membahas tentang "Surat Ulama kepada Presiden Republik Indonesia" yang disampaikan oleh Umat Islam Surakarta (UIS). Sebelum ditahan, Baasyir getol memperjuangkan berdirinya negara Islam. Pada bab ini Baasyir menuliskan seruan kepada pemerintah agar bertobat.

Bab-bab selanjutnya, sesuai judulnya soal nasihat, membahas mengenai imbauan para ulama, tak lain Baasyir sendiri. Misalnya, Baasyir menyerukan pengusaha bertobat dan tidak mencampuradukkan sistim pemerintahan Islam dengan non-Islam.

Seperti Bab V, VI, dan VII, tentang "Rincian Bekerja di Dinas Pemerintahan yang Thaghut". Menurut Baasyir, dalam surat Al-Baqarah ayat 257, thaghut adalah segala sesuatu yang melampaui batas sehingga disembah di samping Allah.

Pada bab ini juga membahas tentang pengertian thaghut dan para pendukungnya. Dia mencontohkan perialku thaghut adalah penguasa yang memutuskan perkara dengan hukum bukan syariat Islam. Ada pula tulisan butir-butir perlawanan terhadap sistem yang thaghut hingga status Amerika di hadapan kaum muslim.